SYUKUR
Dalam kehidupan kita ini
ada pemberian yang tampak seperti Rahmat, akan tetapi sesunggunya adalah
Azab. Pemberian itu bungkusnya menyenangkan, tapi isinya meyakitkan.
Seperti racun yang dibungkus dengan madu, atau istilahnya “nikmat membawa
sengsara”. Pemberian yang seperti itu namanya Istidraj.
Istidraj adalah
kita meminta sesuatu yang menyenangkan kepada Alloh Swt.,kemudian kita diberi
oleh-Nya untuk kemudian kita diazab. Pemberian istidraj ini biasanya diperoleh tidak
dengan jalan yang halal, namun oleh Alloh Swt., tetap diberi. Misalnya seseorang
yang ingin kaya dengan segala cara, bak dengan cara memeras, mencuri, merampok,
korupsi, bahkan ngingu (memelihara) Tuyul. Akhirnya Alloh
Swt.,menjadinkannya sebagai orang kaya namun hanya untuk menjerumuskannya
kedalam azab yang lebih berat; dan azab tersebut akan ditimpakan padanya
sebelum dia meninggal dunia.
Contoh lain adalah
seseorang yang ingin mendapatkan pangkat setinggi-tingginya dengan cara
memfitnah dan merusak kiri-kanan, akhirnya ia diberi pangkat oleh Alloh
Swt.,supaya lebih ‘Sakit’ jatuhnya.
Adapula orang yang
memanjakan anaknya dengan harta yang halal mauooun haram, yang terpenting
baginya adalah kekayaan bisa menghidupi keluarganya tujuh turunan. Akhirnya belum
sampai tujuh turunan anaknya sudah masuk penjara. Sehingga dia menghabiskan
masa tuanya dengan menyaksikan anak-anaknya yang tidak “karu-karuan”. Demikianlah
contoh pemberian orang yang bersifat Istidraj.
Oleh sebab itu dalam
mencari rahmat, kita harus menggunakan cara-cara yang telah dianjurkan oleh
Rosululloh Saw., sehingga kita tidak sampai terjerumus kedalam Istidraj. Apalagi
pada masa sekarang ini banyak orang kaya, lalu jatuh miskin secara mendadak. Ada
juga orang yang berpangkat masuk penjara secara tiba-tiba. Orang sehat mati
mendadak, namun orang yang sakit tidak mati-mati.
Istidraj kelihatannya
memang seperti rahmat, akan tetapi sesungguhnya azab. Untuk membedakan
keduanya, kita harus menggunakan Bashirah (mata batin), tidak dengan Bashar
(mata kepala), karena mata kepala kita itu silau dengan keglamoran.
Selanjutnya dalam
menyikapi rahmat yang diperoleh, manusia terbagi menjadi tiga macam:
Pertama, orang
yang mensyukuri nikmat. Yaitu orang yang bersyukur atas rahmat dan nikmat
apapun yang diperoleh. Syarat-syarat Syukur ada tiga macam:
Syarat pertama,
meyakini bahwa rahmat dan nikmat tersebut berasal dari Alloh Swt., meskipun
rezeki yang kita peroleh adalah lantaran kerja, namun kita jangan merasa bahwa
rezeki tersebut semata-mata karena kerja yang kita lakukan. Hal ini mengingat
bahwa banyak orang yang bekerja namun tak kunjung mendapatkan uang. Untuk lebih
meyakinkan bahwa rezeki adalah karunia Alloh Swt.,kita bisa melihat pada
seorang pemuda yang sudah bekerja namun hidupnya tetap pas-pasan dan rokoknya
masih eceran; selanjutnya ketika dia sudah tua mempunyai tiga anak dan dia agak
sakit-sakitan, justru putera-puterinya bisa masuk universitas-universitas. Jadi,
yakinlah kita hanya diberi dan disuruh mengambil rezeki kita. Namun hakikatnya
rezeki berasal dari Alloh Swt. Jika kita meleset dalam memahami bagian ini,
maka kita akan menjadi orang yang sombong.
Syarat kedua,
kita harus berucap dan berwajah syukur. Kalau kita mendapat rezeki, hendaknya
kita bergembira, jangan malah cemberut. Ucapkanlah kata Alhamdulillah kedalam
hati, insyaa Alloh kita akan mempunyai sikap lapang dada (makhraj), bukan dada
yang sempit.
Syarat ketiga,
jika kita sudah menampakkan rasa syukur melalui wajah, ucapan dan hati, maka
kita masih perlu melakukan satu hal lagi, yaitu bagaimana kita meggunakan
rezeki tersebut. Terkadang seseorang sudah mencari rezeki dengan benar, namun
penggunaanya salah, misalnya: seorang tukang becak mendapatkan uang dari hasil
nariknya, kemudian uangnya digunakan untuk berjudi. Maka orang yang seperti ini
belum dianggap bersyukur dalam arti sesungguhnya.
Jika tiga hal tersebut
sudah dilakukan, maka seseorang sudah bisa disebut bersyukur. Kalau kita sudah
bersyukur, rezeki kita pasti akan ditambah secara terus – menerus, meskipun
kita tidak mintak tambahan. Oleh karena itu, doa yang paling mujarab adalah
bersyukur. Karena dengan bersyukur, berarti kita telah menggunakan rezeki atau
pemberian Alloh Swt., dengan benar.
Contoh penggunaan rezeki
yang benar adalah kita mempunyai ilmu, lalu kita ajarkan kepada orang lain
sehingga banyak orang menjadi pandai dan berilmu. Kita mempunyai mata, kita
gunakan untuk membaca, sehingga ada ilmu yang masuk. Kita mempunyai uang, lalu
diberikan kepada anak kita, sehingga menjadi kenyang dan tumbuh menjadi anak
yang shahih. Demikian seterusnya.
Kedua, orang
yang membuzirkan nikmat. Mubazir adalah rezeki yang dikumpulkan, kemudian
di gletakno begitu saja. Misalnya kita diberi nikmat kesehatan tapi
hanya digunaka untuk tidur saja sampai akhirnya ngguk-ngguk en. Orang mubazir
biasanya pelit menggunakan rezeki untuk dirinya sendiri, apalagi untuk shodaqoh
kepada orang lain. Misalnya: seseorang mempunyai beras melimpah, namun dia
hanya makan nasi jagung. Orang yang mubazir itu dekat dengan kerusakan. Sesuatu
yang tidak dipakai justru akan menjadi rusak. Misalnya: baju yang tidak
dipakai, maka nyamuk yang akan menempatinya.
Ketiga, orang yang kufur nikmat. yaitu orang yang sudah diberi karunia oleh Alloh Swt., namun ia menggunakannya selain dari apa yang telah dianjurkan oleh Alloh Swt.,jika kita diberi karunia oleh Alloh Swt, baik berupa ilmu, harta hingga pangkat, maka kita harus menggunakannya sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Alloh Swt.,
Jika kita bersikap
mubazir, maka akibatnya bisa kita lihat pada orang yang memiliki pangkat, namun
tidak mempunyai derajat. Banyak orang mempunyai uang, namun tidak membawa
berkah, apalagi yang tidak mempunyai uang. Oleh karena itu, sikap kufur nikmat
adalah sikap yang sangat membahayakan. Misalnya: mata digunakan untuk membaca al-qur’an
dan belajar, berarti dia telah menggunakan matanya dengan benar. Namun jika
matanya digunakan untuk nginceng wong adhus, maka dia akan dilempar sandal.
Indonesia telah
dianugerahi alam yang makmur dan sejahtera, namun masyarakatnya terus menerus
melakukan penebangan illegal, sehingga timbullah banjir. Maka dari itulah kita
harus banyak bersyukur kepada Alloh Swt., atas apa yang telah dikaruniakan
kepada kita. Jangan sampai kita terjerumus kedalam sikap kufur yang sangat
membahayakan.
0 Response to "SYUKUR"
Posting Komentar